Karya Ilahi Dalam Semangat Mendidik Generasi

Sejarah Singkat SMA Santo Bernardus Menuju Saint Bernard School

 

SMA Santo Bernardus Kota Pekalongan berdiri pada 1 Agustus 1960. Sekolah ini lahir dari semangat beberapa guru Katolik yang saat itu mengajar di sekolah negeri—di antaranya Bapak PC. Sarjono, Bapak H. Soehardi, dan Ibu Theophile Pawarti. Mereka mendapat dukungan penuh dari para pengurus MAJAKAT Paroki Pekalongan, termasuk Bapak Leo Kusuma Condro, Ibu Tan Tong Kie, dan Bapak A. J. Winarno.

Walaupun resmi berdiri tahun 1960, sekolah ini merayakan ulang tahunnya setiap 20 Agustus, mengikuti kalender liturgi Gereja Katolik.

Pada masa awal, SMA Santo Bernardus belum punya gedung sendiri. Para siswa belajar menumpang di SMP Pius di Jalan Progo 16, masuk pada sore hari, dan memiliki tiga jurusan: Sastra (A), Ilmu Pasti (B), dan Sosial (C). Sebagian besar gurunya adalah guru negeri yang dengan sukarela ikut membantu.

Untuk memenuhi kebutuhan alat belajar, umat paroki Pekalongan bahkan mengadakan arisan khusus. Hasilnya digunakan untuk membeli perlengkapan dan membayar honor guru, yang saat itu didukung oleh 49 donatur.

Pada tahun 1962, SMA Santo Bernardus berhasil meluluskan angkatan pertamanya. Salah satu lulusan tersebut adalah Ibu Hermien N.W. Silalahi, yang kemudian kembali mengabdi sebagai guru Bahasa Indonesia hingga pensiun pada 31 Agustus 2002.

Namun, perjalanan sekolah ini tidak selalu mulus. Situasi politik dan ekonomi Indonesia tahun 1964–1965 membuat sekolah kesulitan secara finansial akibat inflasi yang sangat tinggi. Dengan terpaksa, setelah empat tahun berjalan, SMA Santo Bernardus harus menyalurkan siswanya ke SMA PGRI dan SMA Dharmawiyata, dan akhirnya ditutup pada pertengahan 1965.

Meski demikian, kebutuhan masyarakat akan sekolah menengah Katolik tetap besar. Karena itulah, pada Januari 1968, SMA Santo Bernardus dibuka kembali. Kali ini menggunakan gedung Panti Asuhan St. Martinus di Jalan Barito No. 4, milik Yayasan Sosial Adhi Darma Keuskupan Purwokerto. Sekolah pun mulai dikelola penuh oleh Yayasan Santo Bernardus Pekalongan dan kegiatan belajar mengajar dipindah ke pagi hari.

Saat dibuka kembali, jumlah siswa kelas I sebanyak 54 orang, menempati dua ruang kelas. Masa inilah yang menjadi titik balik perkembangan SMA Santo Bernardus menuju sekolah seperti yang kita kenal sekarang.

Pada tahun 1976, sekolah resmi pindah ke lokasi yang sekarang, yaitu di Jalan Patriot No. 14 Pekalongan (dulu Jl. Sekranding Baru). Gedung milik sendiri seluas sekitar 11.728 m² menjadi rumah baru tempat SMA Santo Bernardus terus bertumbuh dan berkembang.

Data Perkembangan Peserta Didik SMA Santo Bernardus

 

TAHUN

Jlm

Kelas

Jml

Siswa

GT

GTT

TU

Pesuruh/

Satpam

Tk. Kebun

 

Siswa yg lulus

Jml

%

2011/2012

10

276

19

7

5

7

96

100

2012/2013

10

261

19

7

5

7

86

100

2013/2014

9

250

19

7

6

7

80

100

2014/2015

9

269

17

8

6

6

85

100

2015/2016

11

284

17

8

8

5

78

100

2016/2017

12

291

16

8

7

5

94

100

2017/2018

11

275

15

8

7

5

105

100

2018/2019

10

263

15

8

7

5

104

100

2019/2020

8

208

17

8

7

5

87

100

Sejak tahun 1970 sampai akhir tahun pelajaran 2019/2020 SMA Santo Bernardus telah meluluskan peserta didik sebanyak 6403 orang.

 

Kisah Perjuangan Pembangunan SMA Santo Bernardus – Dari Lahan Alang-alang hingga Menjadi Rumah Belajar Bersinar

Perjalanan bangunan SMA Santo Bernardus adalah kisah tentang kerja keras, harapan, dan kebersamaan. Semuanya dimulai tahun 1974, ketika Yayasan Santo Bernardus yang dipimpin oleh Bapak dr. J. Rachmat membeli sebidang tanah rakyat di Desa Dukuh seluas ±10.045 m². Tanah itu masih berupa alang-alang, kangkung, dan genangan air di mana-mana. Jalan belum diaspal, listrik belum masuk, air PDAM pun belum tersedia. Namun, dari tanah sederhana itulah sebuah mimpi besar mulai ditanam.

Pada 1975, pembangunan pertama dimulai: tiga ruang kelas di sisi timur, sementara bagian depan disiapkan untuk ruang guru, TU, dan ruang kepala sekolah. Enam ruang sederhana itu kemudian diberkati oleh Mgr. P.S. Hardjasoemarto pada 12 Januari 1976. Tiga ruang kelas dipakai oleh peserta didik kelas III, sementara kelas I dan II masih belajar di Jalan Barito.

Semangat membangun tidak berhenti di situ. Tahun 1976, Yayasan menambah lagi empat ruang kelas di sisi timur, dan tahun 1977 membangun enam ruang kelas di sisi barat—bahkan mengurug halaman sebanyak ±5.000 m³ pasir demi membuat lingkungan belajar yang layak.

Lalu tibalah bantuan besar pada 1981. Melalui MISEREOR, umat Katolik Jerman Barat menghadiahkan bangunan dua lantai. Lantai pertama digunakan untuk laboratorium komputer, ruang kesenian, dan perpustakaan. Lantai kedua menjadi rumah bagi laboratorium Fisika, Kimia, dan Biologi. Inilah titik penting yang membuat fasilitas belajar kita melompat jauh lebih maju.

Tahun 1985, pengurus Yayasan yang baru melihat kebutuhan yang lebih besar: sarana dan prasarana modern. Mereka melengkapinya dengan 26 komputer berwarna (langka pada masa itu), ruang UKS, koperasi siswa, buku-buku perpustakaan, TV dan video untuk mendukung CBSA, serta alat musik seperti angklung, gamelan, kolintang, organ, dan gitar. Bahkan kebun belakang pun diubah menjadi tempat belajar hidup—ditanami tanaman langka, apotek hidup, sayuran, serta kolam ikan.

Pemerintah ikut membantu pada 1986, memberikan dua ruang kelas lengkap dengan mebel serta empat guru DPK. Setahun kemudian, 1987, sebuah aula kecil seluas 200 m² dibangun.

Namun tantangan kembali datang. Lingkungan sekolah sering kebanjiran. Pada 1989, Yayasan bersama para pemerhati pendidikan merehabilitasi ruang kelas, ruang guru, kantor, hingga ruang kepala sekolah dengan menaikkan lantai ±30 cm. Tetapi tantangan air tidak selesai begitu saja—ruang di lantai bawah tetap kebanjiran setiap hujan, memaksa sekolah terus melakukan perbaikan.

Tahun 2000, Yayasan membentuk Panitia Pembangunan untuk membangun lapangan olahraga indoor dan outdoor—ruang yang kini juga berfungsi sebagai aula besar. Panitia bertugas bukan hanya membangun, tetapi mencari dana agar impian itu terwujud.

Perbaikan terus berlanjut. Tahun 2003, dibangun ruang OSIS. Tahun 2005, pemerintah memberikan satu ruang kelas baru. Tahun 2008, dua ruang kelas direhabilitasi dari dana APBD I dan II. Tahun 2010, Aula Kecil direhabilitasi dari dana bantuan APBD I dan dana pendamping Yayasan. Tahun 2011, satu RKB baru dibangun dan dijadikan ruang kesenian.

Pada 2012, halaman sekolah dan garasi siswa ditinggikan sehingga tidak lagi tergenang air seperti sebelumnya. Dan pada 2015–2017, sekolah melakukan pembangunan besar: meninggikan lantai perpustakaan, laboratorium komputer, mengalihfungsikan lab bahasa menjadi ruang kesenian, memperbarui kantin, serta membangun WC putra dan putri yang lebih layak.

Semua pembangunan ini terjadi karena kerja sama banyak tangan, hati, dan doa—yayasan, guru, pemerhati pendidikan, dan umat yang peduli. Sejarah ini mengingatkan kita bahwa SMA Santo Bernardus bukan hanya sebuah gedung, tetapi buah dari perjuangan panjang komunitas yang ingin memberi pendidikan terbaik.

Kini, tugas kita adalah meneruskan semangat itu.
Mari kita jaga, rawat, dan kembangkan sekolah ini, agar generasi berikutnya dapat belajar di tempat yang terus bertumbuh—sebuah sekolah yang dibangun oleh cinta, perjuangan, dan harapan.


Lingkungan Sekolah

158

Peserta Didik

19

Tenaga Didik

7

Ruang Kelas

2

Jurusan

Lokasi kami